DAMPAK PENGGUNAAN BAHAN PLASTIK SEBAGAI KEMASAN MAKANAN
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahan dasar plastik
ternyata tidak saja dimanfaatkan oleh manusia pada satu macam produk seperti
kantung. Tetapi dapat ditemukan juga pada produk, plastik bening (tembus
pandang) kotak makanan, sedotan dan styrofoam yang banyak kita jumpai dalam
bentuk kotak makan berwarna putih (Anonim, 2009)
Plastik dipakai karena
ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi plastik juga beresiko
terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita. Oleh karena itu kita harus
mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita pakai (Anonim, 2009).
Sementara kekhawatiran
penggunaan kemasan styrofoam untuk pembungkus makanan dikarenakan residu
monomer stiren yang tidak ikut beraksi dapat terlepas ke dalam makanan yang
berminyak, berlemak atau mengandung alkohol, terlebih dalam keadaan panas (Neo
Mujahid, 2009).
Kekhawatiran terhadap
penggunaan produk produk plastik yang berhubungan langsung dengan makanan
manusia menjadi beralasan untuk diperhatikan, mengingat bahaya kandungan zat
kimia pada produk plastik yang apabila terkonsumsi oleh tubuh bisa menyebabkan
kanker (Anonim, 2008).
Selain berbahaya bagi makanan, penggunaan produk
plastik seperti tas kresek, sedotan bagi kehidupan manusia juga sangat
merugikan. Karena kandungan dari bahan plastik tidak mudah di urai oleh alam,
atau butuh waktu selama 1000 tahun bagi alam untuk bisa mengurainya. Sementara
bagi manusia, penggunaanya menuntut lebih banyak produksinya dibandingkan
pemusnahannya. Setelah habis pakai, dengan mudah kita bisa singkirkan dari
hadapan kita bersama dengan sampah organik lainnya dalam tong sampah (Sutrisno,
2006).
Plastik bisa menjadi bahan yang ramah
bagi lingkungan jika digunakan dengan tepat berdasarkan prinsip faktor-faktor
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tapi, selain cara penggunaan dan durasi
penggunaan, pemilihan plastik yang tepat dan berkualitas juga tidak kalah
pentingnya. Dengan memadukan cara penggunaan dan pemilihan bahan yang tepat,
plastik bisa menjadi bahan yang ramah tanpa mengganggu kesehatan (Ikarowina
Tarigan, 2009).
Mengingat resiko yang
ditimbulkan dari penggunaan bahan plastik sebagai kemasan, maka salah satu
solusi yang ditempuh adalah dengan mengetahui jenis-jenis plastik yang aman
digunakan dan dapat sesuai dengan kriteria atau standar kemasan plastik yang
telah ditetapkan oleh instansi pemerintah serta ramah bagi lingkungan.
Berdasarkan hal di atas, tulisan ini dibuat untuk
memaparkan mengenai penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan bahan
makanan. Sehingga masyarakat dapat mengetahui bahan dasar dari
plastik-plastik yang aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode yang
biasanya tertera di bawah produk plastik wadah makanan atau minuman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan pada makanan?
2. Bagaimana kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan
pada makanan.
2. Mendeskripsikan kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan.
D. Manfaat
1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan
bahan dasar plastik sebagai kemasan makanan.
2. Sebagai bahan informasi tentang kriteria kemasan plastik yang aman untuk
digunakan.
E. Tinjauan Pustaka
Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang.
Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi
palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat
militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir dipastikan pernah
menggunakan dan memiliki barang-barang yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu
barang yang memakai plastik dan mengandung Bisphenol A adalah industri makanan
dan minuman sebagai tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol
air mineral, dan botol bayi. walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan
penyimpan makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai
makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung
Bisphenol-A (Anonim, 2009).
Hasil penelitian program Toksiologi Nasional menemukan kemungkinan
penggunaan BPA yang berlebihan mempunyai efek samping bagi kesehatan. Menurut
mereka, pembatasan penggunaan BPA patut dilakukan karena dampaknya bisa
memengaruhi saraf dan perkembangan janin di dalam rahim. Kandungan BPA
digunakan untuk memproduksi plastik polycarbonate dan bahan kimia resin. Kandungan tersebut mudah ditemukan pada kemasan
plastik yang digunakan untuk makanan dan minuman. Jika penggunaan terus
berlangsung, dikhawatirkan akan memengaruhi kesehatan. Bahkan, sejumlah bungkus
pasta gigi juga diduga mengandung bahan kimia tersebut. Masih dalam penelitian
yang dilakukan program Toksiologi Nasional, ternyata dampak penggunaan BPA juga
berbahaya (Anonim, 2008).
Hasilnya, mampu
menyebabkan kematian janin, cacat bayi, berat badan turun, dan gangguan
perkembangan. Sementara itu, surat kabar The Globe and Mail Kanada memberitakan Departemen Kesehatan Kanada akan mendeklarasikan bahaya
penggunaan BPA dan diatur sebagai peraturan. Aktivis lingkungan juga menyerukan
hal yang sama terkait masalah kesehatan dari penggunaan bahan kimia (Anonim,
2008).
Setiap perusahaan
umumnya telah memiliki standar perlindungan konsumen dengan mencantumkan jenis
bahan plastik yang digunakan pada wadah makanan atau minuman yang diproduksinya
Standar ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika
Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu standar AS
ini biasanya ada di bagian bawah wadah plastik berupa cetakan timbul bergambar
panah yang membentuk segitiga dengan sebuah angka di dalamnya. Angka ini
menunjukkan jenis plastik dan penggunaannya.Di bawah panah yang membentuk
segitiga itu, kadang dicantumkan inisial kandungan kimianya. Biasanya symbol
ini terdapat pada bagian bawah botol kemasan (Neo Mujahid, 2009).
Kode 1 bertuliskan PET atau PETE
PET atau PETE (Polyethylene terephthalate)
sering digunakan sebagai botol minuman, minyak goreng, kecap, sambal, obat,
maupun kosmetik. Plastik jenis ini tidak boleh digunakan berulang-ulang atau
hanya sekali pakai. Habiskan segera isinya, jika tutup wadah telah dibuka.
Semakin lama wadah terbuka, maka kandungan kimia yang terlarut semakin banyak.
Kode 2 Bertuliskan HDPE
HDPE atau High Density Polyethylene banyak
ditemukan sebagai kemasan makanan dan obat yang tidak tembus pandang. Plastik
jenis ini digunakan untuk botol kosmetik, obat, minuman, tutup plastik, jeriken
pelumas, dan cairan kimia.
Kode 3 Bertuliskan PVC
PVC atau Polyvinyl Chloride (PVC) sering
digunakan pada mainan anak, bahan bangunan, dan kemasan untuk produk bukan
makanan. PVC dianggap sebagai jenis plastik yang paling berbahaya. Beberapa
negara Eropa bahkan sudah melarang penggunaan PVC untuk bahan mainan anak di
bawah tiga tahun.
Kode 4 Bertuliskan LDPE
LDPE atau Low Density Polyethylene (LDPE)
sering digunakan untuk membungkus, misalnya sayuran, daging beku, kantong/tas
kresek.
Kode 5 Bertuliskan PP
PP atau Polypropylene sering digunakan
sebagai kemasan makanan, minuman, dan botol bayi menggunakan plastik jenis ini.
Kode 6 Bertuliskan PS
PS atau Polystyrene termasuk kemasan sekali
pakai. Contohnya gelas dan pakai makanan styrofoam, sendok, dan garpu plastik,
yang biasa ada pada kotak makanan. Kotak CD juga mengandung Polystyrene.
Kandungan bahan kimia plastik jenis ini berbahaya bagi kesehatan. Jika makanan
berminyak dipanaskan dalam wadah ini, styrene dari kemasan langsung berpindah
ke makanan.
Kode 7 Bertuliskan PC
PC atau Polycarbonate digunakan untuk
botol galon air minum, botol susu bayi, melamin untuk gelas, piring, mangkuk
alat makanan. Salah satu bahan perlengkapan makanan dan minuman yang sering
digunakan adalah melamin yang tergolong jenis plastik termoset. Plastik jenis
ini tergolong dalam “food grade” dan dapat digunakan sampai 140º C (Sopyanhadi, 2008).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian meliputi pengumpulan
data primer dan sekunder mengenai kemasan berbahan dasar plastik.
PEMBAHASAN
Makanan yang dibuat
dan diolah dengan cara terbaik, bukan jaminan kalau makanan tersebut
sehat jika dimasukkan dalam wadah plastik yang tidak aman. Plastik,
bisa merusak makanan bahkan membuat makanan menjadi racun bagi tubuh melalui proses
migrasi berbagai komponen kimia dari kemasan plastik. Masalah kesehatan,
muncul saat terjadi kontak langsung antara makanan dan kemasan plastik.
Komponen kimia plastik, seperti monomer yang terperangkap dan zat aditif
lainnya seperti plasticizer, pewarna, dan antioksidan bisa bermigrasi atau
berpindah ke makanan (Anonim, 2009).
Monomer yang
reaktif tersebut,ada yang bersifat karsinogenik. Karena itu, monomer ini
bisa bereaksi dan berpindah ke dalam makanan yang disimpan. Demikian juga
dengan zat aditif lainnya. Semua kandungan kimia ini, akan terakumulasi di
dalam tubuh seiring dengan waktu. Pada akhirnya, tumpukan komponen beracun ini
bisa menimbulkan berbagai penyakit berbahaya termasuk kanker(Anonim, 2009).
Perpindahan
komponen kimia ini, akan terjadi saat kemasan plastik bersentuhan dengan
makanan khususnya yang bersifat cair atau semi padat. Makanan dalam kondisi
ini, lebih mudah terkontaminasi dengan komponen kimia plastik karena
kontaknya lebih banyak dan lebih dekat. Sedang makanan kering, hanya mengalami
sedikit kontak dengan kemasan. Dengan begitu, kemungkinan migrasinya juga jauh
lebih kecil (Anonim, 2009).
Plastik dan gabus
sama-sama praktis sebagai kemasan makanan. Tetapi keduanya juga mengandung
zat-zat yang amat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kanker salah satu
ancamannya(Sopyanhadi, 2008).
Tanpa memikirkan atau sekedar mau tahu
mengenai risikonya terhadap kesehatan, kemasan makanan dari bahan plastik
maupun styrofoam sudah pasti menjadi pilihan utama karena praktis, ringan, dan
bisa digunakan berulang kali. Tetapi pada kedua jenis bahan ini justru
ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen, suatu
larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem percernaan. Benzen ini juga tidak
bisa dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau urine (air kencing). Akibatnya,
zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak. Inilah yang bisa
memicu munculnya penyakit kanker (Ikarowina Tarigan,
2009).
Banyak kandungan
berbahaya dari kantong plastik (kresek) bisa mengontaminasi makanan. Bila terkena
suhu tinggi, pigmen warna kantong plastik akan bermigrasi ke makanan. Bila
makanan yang baru digoreng ditempatkan di kantong kresek, suhu minyak yang
tinggi akan menghasilkan kolesterol atau lemak jenuh yang tinggi pula. Belum
lagi, kantong kresek ini mengandung DOP serta logam berat Zn (seng) yang
biasanya ditambahkan pabrik plastik sebagai bahan stabilizer untuk plastik (Sopyanhadi, 2008).
DOP memang populer
digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai
50-70% dari total produksi plasticizer (senyawa aditif yang ditambahkan ke
dalam polimer untuk menambah fleksibilitas dan daya kerjanya) (Sopyanhadi, 2008).
Styrofoam yang masih
tergolong keluarga plastik ternyata juga memiliki bahaya yang sama. Sebagaimana
plastik, styrofoam bersifat reaktif terhadap suhu tinggi. Padahal salah satu
kelebihan styrofoam adalah kemampuannya menahan panas (Anonim, 2009).
Tidak hanya itu,
styren, bahan dasar styrofoam, bersifat larut lemak dan alkohol. Ini berarti,
wadah dari jenis ini tidak cocok untuk tempat susu yang mengandung lemak
tinggi. Begitu pun dengan kopi yang dicampur krim. Padahal, tidak sedikit
restoran cepat saji yang menyuguhkan kopi panasnya dalam wadah ini (Anonim, 2009).
Di dalam styrofoam dan
plastik memang ada ancaman bagi kesehatan akibat kemungkinan imigrasi
komponen-komponen dari plastik dan styrofoam ke barang yang kita konsumsi.
Tetapi kemungkinan ini tergantung dari jenis pangan, lama kontak, luas cakupan
bahan (plastik/styrofoam) dan sebagainya (Anonim, 2009).
Penelitian yang dalam
dan menyeluruh mengenai ancaman di balik kemasan dari bahan styrofoam dan
plastik memang belum dilakukan. Meski demikian, ketentuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang memuat tentang kemasan sebenarnya sudah ada di Badan
Standardisasi Nasional (BSN). Contohnya saja, SNI tentang film PVC untuk
kemasan kembang gula, SNI tentang botol plastik wadah obat, makanan, dan
kosmetika, SNI tentang etilen vinil asetat untuk laminasi pangan dan SNI
tentang botol gelas minuman bertekanan dipakai ulang, dan tahun ini akan keluar
SNI untuk melamin dan polystyrene (Neo Mujahid, 2009).
Bahan kimia yang
terkandung dalam plastik itulah yang sangat membahayakan kesehatan bagi
manusia. Salah satu bahan kimia yang paling berbahaya adalah Bisphenol A (BPA).
Bahan ini mampu merangsang pertumbuhan sel kanker atau memperbesar risiko
keguguran kandungan (Neo Mujahid, 2009).
Pilihan lain yang relatif aman sebagai
alat makanan dan minuman adalah gelas (kaca) atau keramik. Kalau takut pecah,
kita dapat menggunakan alat stainless steel. Dengan menghemat pemakaian
plastik, selain meminimalkan risiko gangguan kesehatan, kita juga mengurangi
limbah yang sulit terurai hingga 1.000 tahun (Ikarowina Tarigan,
2009).
Masyarakat harus
mengetahui bahan dasar dari plastik-plastik yang aman untuk dipakai, dengan
melihat simbol atau kode yang biasanya tertera di bawah produk plastik wadah
makanan atau minuman. Produk plastik yang dimaksud bukan hanya botol plastik
air mineral yang banyak beredar di pasaran, tetapi juga plastik wadah makan,
penutup makanan, hingga botol susu (Anonim, 2008).
Simbol atau kode itu
dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry sejak tahun 1988 di Amerika
Serikat dan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga yang mengembangkan sistem kode,
seperti ISO (International Organization for Standardization) (Anonim, 2008).
Secara umum tanda
tersebut berada di dasar, berbentuk segi tiga, di dalam segitiga akan terdapat
angka, serta nama jenis plastik di bawah segitiga, dengan contoh dan penjelasan
sebagai berikut:
Pertama, PET atau Polyethylene
Terephthalate. Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo
daur ulang dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET di bawah
segitiga. Simbol itu biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus
pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman
lainnya. Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar 60
persen), dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar
botol kemasan 30 persen). Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan “hanya
untuk sekali pakai”. Alasannya, bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan
untuk menyimpan air hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer
pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat
menyebabkan kanker (Sopyanhadi, 2008).
Kedua, HDPE atau High Density
Polyethylene. Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo
daur ulang dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene)
di bawah segitiga. HDPE biasa dipakai untuk botol susu yang
berwarna putih susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan lain-lain.
HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan karena
kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE
dengan makanan/minuman yang dikemasnya. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih
kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE
juga direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa
antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu (Sopyanhadi, 2008).
Ketiga, V atau
Polyvinyl Chloride. Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan
angka 3 di tengahnya, serta tulisan V yang berarti PVC (polyvinyl chloride),
yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. Plastik itu bisa ditemukan
pada plastik pembungkus (cling wrap) dan botol-botol.
PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi
dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC, saat bersentuhan
langsung dengan makanan tersebut. Karena DEHA bisa lumer pada suhu 150 derajat
celsius. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan
makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati
dan berat badan. Sebaiknya kita mencari alternatif pembungkus makanan lain yang
tidak mengandung bahan pelembut seperti plastik yang terbuat dari polietilena,
seperti daun pisang yang lebih alami (Sopyanhadi, 2008).
Keempat, LDPE atau Low Density
Polyethylene. Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta
tulisan LDPE, yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak
bumi. Biasanya LDPE dipergunakan untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan
botol-botol yang lembek. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah
kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di
bawah 60 derajat celsius sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi
terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain
seperti oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang
memerlukan fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik
terhadap reaksi kimia. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap
baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang
dikemas dengan bahan ini (Sopyanhadi, 2008).
Kelima, PP atau
Polypropylene. Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta
tulisan PP adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk produk
yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
Karakteristik berupa botol transparan
yang tidak jernih atau berawan. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya
tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap
suhu tinggi dan cukup mengkilap. Carilah dengan kode angka 5, bila membeli
barang berbahan plastik untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman
(Sopyanhadi, 2008).
Keenam, PS atau
Polystyrene. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan
PS. Polystyrene ditemukan pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker
dari Jerman secara tidak sengaja. PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan
styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain.
Bahan tersebut harus dihindari, karena
selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita
yang berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan
itu juga sulit didaur ulang. Jika harus didaur ulang, PS memerlukan proses yang
sangat panjang dan lama. PS dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila
tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat
dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika
dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan
meninggalkan jelaga (Sopyanhadi, 2008).
Ketujuh, OTHER. Tertera logo daur ulang
dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER yang merupakan gabungan dari
SAN (styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene) dan PC
(polycarbonate, Nylon). OTHER dapat ditemukan pada tempat
makanan dan minuman seperti botol minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat
rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan. PC dapat
ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak balita, botol minum polikarbonat,
dan kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. PC dapat
mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol A ke dalam makanan dan minuman yang
berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi
sperma, dan mengubah fungsi imunitas (Sopyanhadi, 2008).
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar penggunaan bahan dasar palstik untuk
kemasan memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia khususnya pada makanan.
Selain itu, plastik juga berpotensi menjadi
masalah dalam pencemaran lingkungan karena kandungan dari bahan plastik tidak
mudah diurai oleh alam. Namun, ada beberapa kriteria plastik yang aman untuk
digunakan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah
serta ramah pada lingkungan.
Ardi Wijanarko
Ardi Wijanarko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar